DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Menatap masa depan, matematika harus dipelajari siswa-siswa karena
kegunaannya penting dalam kehidupan sehari-hari. Kline (dalam Karso, 1994: 3)
mengungkapkan “Matematika itu bukan pengetahuan yang menyendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi keberadaannya itu untuk membantu
manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam”.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penerapan serta
pembelajaran matematika harus disesuaikan dengan perkembangan tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa kurikulum mata pelajaran matematika pun hendaknya dirancang
dan dipersiapkan dengan matang sesuai dengan kebutuhan.
Sudjana (dalam
http://matematikalujeng.blogspot.com/2012/11/perubahan-kurikulum.html)
menyatakan ”Kurikulum memiliki 5 komponen yakni: tujuan kurikulum, isi dan
struktur kurikulum, strategi kurikulum, sarana kurikulum, sistem evaluasi kurikulum”.
Komponen kurikulum yang paling sering diperbincangkan yakni perubahan isi dan
struktur. Terlihat dari banyaknya materi matematika yang dapat dipelajari
anak-anak, namun waktu yang tersedia di sekolah sangat terbatas Hudojo (2005:
15).
Fauzis (dalam
http://rizkyrestafauzis.blogspot.com/2012/11/makalah-kuriku lum
-tingkat-satuan.html) menyatakan:
Dalam
perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994,
dan direncanakan pada tahun 2004. Semua kurikulum nasional dirancang
berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada
penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam
merealisasikannya.
Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas, dan perubahan pandangan
tentang hakekat matematika dapat mengakibatkan terjadinya perubahan substansi
kurikulum.
Negara-negara
maju secara kontinu mengembangkan kurikulum matematikanya yang disesuaikan
dengan kebutuhannya. Walaupun matematika bersifat universal, isi silabus
matematika seyogiyanya tidak menjiplak silabus negara lain. Hudojo (2005: 25)
menyatakan “Beberapa negara yang menjiplak dengan sedikit adaptasi teryata
mengalami kegagalan. Misalnya silabus matematika Papua New Guinea yang
mengambil alih silabus Australia, hasilnya mengecewakan bahkan gagal”
Hal ini dikarenakan pemilihan model pengembangan kurikulum matematika
yang tidak sesuai kebutuhan (Hudojo, 2005: 7). Dengan demikian perlu kiranya
dipikirkan bagaimana model pengembangan kurikulum matematika yang cocok dan
sesuai di Indonesia.
Dari uraian diatas, maka dalam kesempatan ini penulis tertarik untuk
membahas tentang “Perkembangan Kurikulum Matematika”.
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimana
perkembangan kurikulum matematika di Indonesia ?
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui bagaimana perkembangan kurikulum matematika di Indonesia.
D.
Manfaat
Adapun
manfaat yang diharapkan penulis dalam makalah ini yaitu untuk menambah wawasan
bagi penulis mengenai perkembangan kurikulum matematika di Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Kurikulum
Matematika
Hudojo
(2005: 3) “Program yang disusun terinci sehingga menggambarkan kegiatan siswa
di sekolah dengan bimbingan guru disebut kurikulum”. Selanjutnya menurut
Hamalik (2010: 65) ”Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang mengandung makna
bahwa kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di luar
maupun di dalam sekolah asal kegiatan tersebut di bawah tanggung jawab guru
(sekolah)”.
Kemudian
menurut UU No. 20 Tahun 2003 Sisdiknas (dalam
http://hasanahworld.files.wordpress.com/2012/02/definisi-dan-sejarah.kurikulum.pdf)
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Dari
beberapa definisi kurikulum tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah
program perencanaan yang disusun berdasarkan tujuan, isi dan bahan pelajaran
yang mengacu pada pengalaman-pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan.
Hudojo
(2005: 3) menyatakan “Kurikulum matematika adalah suatu kurikulum yang
berhubungan dengan matematika dan cara mengorganisasikan materi matematika
menggunakan jawab pertanyaan: mengapa, apa, bagaimana, dan kepada siapa
matematika diajarkan disekolah”.
B. Perkembangan Kurikulum
Matematika
1.
Pembelajaran Matematika Tradisional
Pembelajaran matematika tradisional dimulai dari awal munculnya Kurikulum
1947 (Rentjana Pelajaran 1947) hingga
tahun 1974 sebelum diterapkannya kurikulum 1975. Kekhasan lain dari
pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran lebih menekankan
hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan
mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak
bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan
operasi harus diterima tanpa alasan, dan seterusnya.
Urutan
operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali, bagi,
tambah dan kurang.
Salah
satu contohnya adalah Kurikulum pada tahun 1968 mempunyai ciri-ciri sebagaimana
dikemukan oleh Ruseffendi yang dikutip Supriadi yaitu:
a. Dalam pengajaran Geometri, penekanan lebih pada keterampilan berhitung. Misalnya menghitung luas bangun geometri datar atau volume bangun geometri ruang bukan pada penngertian bagaimana rumus-rumus untuk perhitungan itu di peroleh.
b. Lebih mengutamakan hafalan yang sifatnya mekanis daripada pengertian.
c. Program berhitung kurang memperhatikan aspek kontinuitas dengan materi pada jenjang berikutnya, serta kurang terkait dengan dunia.
d. Penyajian materi kurang memberikan peluang untuk tumbuhnya motivasi serta rasa ingin tahu anak .
Dari ciri-ciri yang dikemukakan oleh Ruseffendi, kurikulum matematika tahun 1968 lebih menekankan pada perhitungan dan hasil dari perhitungan, tidak pada pemahaman konsep dari suatu materi sehingga hanya menggunakan sistem hafalan. Hal inilah yang dapat dijadikan alasan kurang efektifnya penerapan kurikulum tahun 1968 ini sehingga dilakukan perubahan kurikulum yang selanjutnya diterapkan yaitu kurikulum 1975.
a. Dalam pengajaran Geometri, penekanan lebih pada keterampilan berhitung. Misalnya menghitung luas bangun geometri datar atau volume bangun geometri ruang bukan pada penngertian bagaimana rumus-rumus untuk perhitungan itu di peroleh.
b. Lebih mengutamakan hafalan yang sifatnya mekanis daripada pengertian.
c. Program berhitung kurang memperhatikan aspek kontinuitas dengan materi pada jenjang berikutnya, serta kurang terkait dengan dunia.
d. Penyajian materi kurang memberikan peluang untuk tumbuhnya motivasi serta rasa ingin tahu anak .
Dari ciri-ciri yang dikemukakan oleh Ruseffendi, kurikulum matematika tahun 1968 lebih menekankan pada perhitungan dan hasil dari perhitungan, tidak pada pemahaman konsep dari suatu materi sehingga hanya menggunakan sistem hafalan. Hal inilah yang dapat dijadikan alasan kurang efektifnya penerapan kurikulum tahun 1968 ini sehingga dilakukan perubahan kurikulum yang selanjutnya diterapkan yaitu kurikulum 1975.
2. Pembelajaran Matematika Modern
Pengajaran matematika modern resminya dimulai setelah adanya kurikulum
1975. Model pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan
teknologi. Di Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu
menangani senjata, rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya
pembaharuan pembelajaran matematika.
W. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan
belajar bermakna dan berpengertian. teori Gestalt yang muncul sekitar tahun
1930, dimana Gestalt menengaskan bahwa latihan hafal adalah sangat penting
dalam pengajaran namun diterapkan setelah tertanam pengertian pada siswa.
Dua hal tersebut di atas memperngaruhi perkembangan pembelajaran
matematika di Indonesia. Berbagai kelemahan seolah nampak jelas, pembelajaran
kurang menekankan pada pengertian, kurang adanya kontinuitas, kurang merangsang
anak untuk ingin tahu, dan lain sebagainya. Ditambah lagi masyarakat dihadapkan
pada kemajuan teknologi. Akhirnya Pemerintah merancang program pembelajaran
yang dapat menutupi kelemanahn-kelemahan tersebut.
a)
Kurikulum 1975
Kurikulum tahun 1975 merupakan
perubahan dari kurikulum 1968. Dalam bidang matematika sendiri pada tahun 1975
ini terjadi perubahan dalam pengajaran matematika di Indonesia. Menurut
Ruseffendi yang dikutip oleh Supriadi, adapun karakteristik pengajaran
matematika pada kurikulum 1975 adalah sebagai berikut:
a. Terdapat topik-topik baru yang diperkenalkan yaitu himpunan, geometri, bidang dan ruang, statistika dan probalitas, relasi, sistem numerasi kuno,dan penulisan lambang bilangan non desimal. Selain itu diperkenalkannya pula konsep-konsep baru seperti penggunaan himpunan, pendekatan pengajaran matematika secara spiral , dan pengajaran geometri dimulai dengan lengkungan.
b. Terjadi pergeseran dari pengajaran yang lebih menekankan pada hafalan kepengajaran yang bersifat rutin.
c. Soal-soal yang diberikan lebih diutamakan yang bersifat pemecahan masalah daripada yang bersifat rutin.
d. Adanya kesinambungan dalam penyajian bahan ajar antara Sekolah Dasar dan Sekolah lanjutan.
e. Terdapat penekanan pada struktur.
f. Program pengajaran pada matematika modern lebih memperhatikan adanya keberagaman antar siswa.
g. Terdapat upaya-upaya penggunaan istilah yang tepat.
h. Ada pergeseran dari pengajaran yang berpusat pada guru ke pengajaran yang berpusat pada siswa.
i. Sebagai akibat dari pengajaran yang berpusat pada siswa, maka metode pengajaran banyak digunakan penemuan dan pemecahan masalah dengan teknik diskusi.
j. Terdapat upaya agar pengajaran matematika dilakukan dengan cara menarik,misalnya melalui permainan, teka-teki atau kegiatan lapangan.
Dari karakteristik pengajaran matematika di atas, tampak ada kemajuan diantaranya dari system pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa serta adanya pengenalan dengan materi matematika yang selama ini tidak dimasukkan ke dalam kurikulum sebelumnya.
a. Terdapat topik-topik baru yang diperkenalkan yaitu himpunan, geometri, bidang dan ruang, statistika dan probalitas, relasi, sistem numerasi kuno,dan penulisan lambang bilangan non desimal. Selain itu diperkenalkannya pula konsep-konsep baru seperti penggunaan himpunan, pendekatan pengajaran matematika secara spiral , dan pengajaran geometri dimulai dengan lengkungan.
b. Terjadi pergeseran dari pengajaran yang lebih menekankan pada hafalan kepengajaran yang bersifat rutin.
c. Soal-soal yang diberikan lebih diutamakan yang bersifat pemecahan masalah daripada yang bersifat rutin.
d. Adanya kesinambungan dalam penyajian bahan ajar antara Sekolah Dasar dan Sekolah lanjutan.
e. Terdapat penekanan pada struktur.
f. Program pengajaran pada matematika modern lebih memperhatikan adanya keberagaman antar siswa.
g. Terdapat upaya-upaya penggunaan istilah yang tepat.
h. Ada pergeseran dari pengajaran yang berpusat pada guru ke pengajaran yang berpusat pada siswa.
i. Sebagai akibat dari pengajaran yang berpusat pada siswa, maka metode pengajaran banyak digunakan penemuan dan pemecahan masalah dengan teknik diskusi.
j. Terdapat upaya agar pengajaran matematika dilakukan dengan cara menarik,misalnya melalui permainan, teka-teki atau kegiatan lapangan.
Dari karakteristik pengajaran matematika di atas, tampak ada kemajuan diantaranya dari system pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa serta adanya pengenalan dengan materi matematika yang selama ini tidak dimasukkan ke dalam kurikulum sebelumnya.
b)
Kurikulum 1984
Pembelajaran matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi
matematika. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan
disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang,
Korea, dan Taiwan. Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu
adanya kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer.
Perkembangan matematika di luar
negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam negeri. Di dalam negeri,
tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu kurikulum tahun 1984.
Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat
materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya
perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana
sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum
dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif) menjadi
karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut. Dalam kurikulum ini
siswa di sekolah dasar diberi materi aritmatika sosial, sementara untuk siswa
sekolah menengah atas diberi materi baru seperti komputer.
c)
Kurikulum 1994 (GBHN 1994)
Kegiatan matematika internasional begitu marak di tahun 90-an. walaupun
hal itu bukan hal yang baru sebab tahun tahun sebelumnya kegiatan internasional
seperti olimpiade matematika sudah berjalan beberapa kali. Sampai tahun 1977
saja sudah 19 kali diselenggarakan olimpiade matematika internasional. Saat itu
Yugoslavia menjadi tuan rumah pelaksanaan olimpiade, dan yang berhasil
mendulang medali adalah Amerika, Rusia, Inggris, Hongaria, dan Belanda.
Indonesia tidak ketinggalan dalam pentas olimpiade tersebut namun jarang
mendulang medali. (tahun 2004 dalam olimpiade matematika di Athena, lewat
perwakilan siswa SMU 1 Surakarta atas nama Nolang Hanani merebut medali).
Keprihatinan tersebut diperparah dengan kondisi lulusan yang kurang siap dalam
kancah kehidupan. Para lulusan kurang mampu dalam menyelsaikan
problem-probelmke hidupan dan lain sebagainya. Dengan dasar inilah pemerintah
berusaha mengembangkan kurikulum baru yang mampu membekali siswa berkaitan
dengan problem-solving kehidupan. Lahirlah kurikulum tahun 1994.
Dalam kurikulm tahun 1994, pembelajaran matematika mempunyai karakter
yang khas, struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan
anak, materi keahlian seperti komputer semakin mendalam, model-model
pembelajaran matematika kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan.
Intinya pembelajaran matematika saat itu mengedepankan tekstual materi namun
tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal cerita
menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan
pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi
sehari-hari.
•
SD: aritmatika (berhitung),
pengantar aljabar, geometri
pengukuran, pengantar statistik.
•
SMP: aritmatika, aljabar,
peluang, geometri, dan statistika.
•
SMA: Pengenalan teori grafik
d)
Kurikulum 2004 (Kurikulum
Berbasis Kompetensi)
Pada tahun 2004, Pusat Kurikulum
mengeluarkan dokumen kurikulum baru yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Beberapa ciri penting dari Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dikemukakan oleh
Supriadi adalah:
a. Karena kurikulum ini dikembangkan berdasarkan kompetensi tertentu, maka kurikulum 2004 diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi.
b. Berpusat pada anak sebagai pengembang pengetahuan.
c. Terdapat penekanan pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah; kemampuan berpikir logis,kritis, erta penalaran dan komunikasi.
d. Cakupan materi untuk SD meliputi: bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
e. Cakupan materi untuk SLTP meliputi: bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, peluang dan statistika, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
f. Cakupan materi untuk SMU meliputi aljabar,geometri dan pengukuran, trigonometri, peluang dan statistika, kalkulus, logika matematika, pemecahan masalah serta penalaran dan komunikasi.
a. Karena kurikulum ini dikembangkan berdasarkan kompetensi tertentu, maka kurikulum 2004 diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi.
b. Berpusat pada anak sebagai pengembang pengetahuan.
c. Terdapat penekanan pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah; kemampuan berpikir logis,kritis, erta penalaran dan komunikasi.
d. Cakupan materi untuk SD meliputi: bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
e. Cakupan materi untuk SLTP meliputi: bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, peluang dan statistika, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
f. Cakupan materi untuk SMU meliputi aljabar,geometri dan pengukuran, trigonometri, peluang dan statistika, kalkulus, logika matematika, pemecahan masalah serta penalaran dan komunikasi.
e)
Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan)
Supriadi mengemukakan ciri-ciri
Kurikulum pendidikan matematika 2006 adalah:
1.Dikembangkan berdasarkan kompetensi tertentu.
2.Berpusat pada anak sebagai pengembang pengetahuan.
3.Terdapat penekanan pada pengembangkan kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif serta kemampuan mengkomunikasikan matematika.
4. Cakupan materi sekolah dasar meliputi: bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
5. Cakupan materi untuk SLTP meliputi: bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, peluang dan statistika, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi
6.Cakupan materi untuk SMU meliputi aljabar,geometri dan pengukuran, trigonometri, peluang dan statistika, kalkulus, logika matematika, pemecahan masalah serta penalaran dan komunikasi
7. Kurikulum ini mencakup kompetensi dasar, materi poko dan indikator hasil pencapaian belajar
8. Kemampuan pemecahan masalah serta penalaran dan komunikasi bukanmerupakan pokok bahasan tersendiri,melainkan harus dicapai melalui proses belajar dengan menintegrasikan topik-topik tertentu yang sesuai.
1.Dikembangkan berdasarkan kompetensi tertentu.
2.Berpusat pada anak sebagai pengembang pengetahuan.
3.Terdapat penekanan pada pengembangkan kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif serta kemampuan mengkomunikasikan matematika.
4. Cakupan materi sekolah dasar meliputi: bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
5. Cakupan materi untuk SLTP meliputi: bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, peluang dan statistika, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi
6.Cakupan materi untuk SMU meliputi aljabar,geometri dan pengukuran, trigonometri, peluang dan statistika, kalkulus, logika matematika, pemecahan masalah serta penalaran dan komunikasi
7. Kurikulum ini mencakup kompetensi dasar, materi poko dan indikator hasil pencapaian belajar
8. Kemampuan pemecahan masalah serta penalaran dan komunikasi bukanmerupakan pokok bahasan tersendiri,melainkan harus dicapai melalui proses belajar dengan menintegrasikan topik-topik tertentu yang sesuai.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
paparan di atas terlihat bagaimana lika-liku perkembangan matematika mulai dari
matematika tradisional yang begitu sederhana, hanya sekedar melatih hafalan dan
melatih kemampuan otak. Kemudian berkembang agak maju lagi dengan munculnya
terori pembelajaran dari para ahli psikologi. Teori ini mempengaruhi
pembelajaran matematika dalam negeri yang akhirnya pemerintah mengeluarkan
kurikulum baru, yang disesuaikan dengan penemuan teori pembelajaran yang
muncul.
Tidak
hanya sampai disitu perkembangan kurikulum juga dipengaruhi oleh perkembangan
teknologi internasional. Terbukti diera 1980-an dengan merebak dan maraknya
teknologi kalkulator dann komputer akhirnya memaksa pemerintah melaunching
kurikulum baru yang sesuai dengan perkembangan jaman, lahirlah kurikulum 1984.
Prinsip dasar dari kurikulum tersebut adalah bahwa setiap siswa mampu
mempelajari apa saja hanya waktu yang membedakan mereka dalam ketuntasan
belajar.
B.
Saran
Janganlah kita mudah berputus asa dalam
menuntut ilmu. Mohon untuk teman-teman menambahkan saran bahkan kritik untuk
makalah ini karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Ta’ala.
DAFTAR PUSTAKA
indrianynovitasinaga.blogspot.com/model-pengembangan-kurikulum-matematika
ruzirahmawati.blogspot.com/.../perkembangan-kurikulum-matematika-di-indonesia
pmat.uad.ac.id/perkembangan-pembelajaran-matematika-di-indonesia.html
Posting Komentar